JAKARTA - Langkah Kementerian Keuangan untuk menjaga disiplin fiskal kembali menjadi sorotan setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan sikap tegas terhadap permintaan penghapusan pajak bagi sejumlah BUMN.
Di tengah upaya pemerintah memperkuat tata kelola dan meningkatkan penerimaan negara, Purbaya memilih untuk menegakkan aturan secara konsisten, meskipun permintaan itu disampaikan oleh Kepala Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, Rosan Roeslani.
Keputusan ini menjadi penanda bahwa pemerintah tidak ingin menciptakan preseden buruk dalam perlakuan pajak, terutama bagi korporasi besar yang dinilai sudah mampu secara finansial. Purbaya memastikan, setiap perusahaan, termasuk BUMN sekalipun, tetap berkewajiban berkontribusi terhadap penerimaan negara.
Baca Juga
Purbaya Tegas Tolak Usulan Penghapusan Pajak
Dalam Rapat Kerja Tertutup bersama Komisi XI DPR RI, Kamis, Purbaya mengungkapkan secara lugas bahwa dirinya menolak mentah-mentah permohonan Rosan. Permintaan tersebut, yang diajukan sebelum 2023, menyasar penghapusan kewajiban pajak bagi beberapa perusahaan pelat merah.
“Dia (Rosan) minta keringanan pajak beberapa perusahaan (BUMN), dulu, sebelum 2023 kejadiannya kalau nggak salah, untuk dihilangkan kewajiban pajaknya. Ya, nggak bisa!” tegas Purbaya.
Menurutnya, proposal itu tidak memiliki alasan yang cukup kuat untuk dijalankan. Kemenkeu menilai perusahaan BUMN yang dimaksud telah mampu menghasilkan keuntungan, sehingga tidak relevan bila diberikan fasilitas penghapusan pajak total.
Purbaya menekankan bahwa keberhasilan perusahaan-perusahaan tersebut justru menjadi dasar kuat bagi negara untuk tetap memungut kewajiban pajak sesuai ketentuan yang berlaku.
Alasan Penolakan: Ada Laba dan Komponen Asing
Purbaya menjabarkan dua alasan utama mengapa usulan tersebut tidak dapat diterima. Pertama, perusahaan pelat merah yang diajukan terbukti telah meraup profit, sehingga tidak masuk akal untuk dibebaskan dari pajak.
Kedua, ia mengungkapkan bahwa dalam struktur kepemilikan perusahaan BUMN tersebut terdapat komponen asing. Artinya, penghapusan pajak bisa menimbulkan distorsi, sebab secara tidak langsung negara akan memberi keringanan kepada pihak yang bukan sepenuhnya milik Indonesia.
“Itu kan sudah terjadi di masa lalu. Perusahaannya untung dan ada komponen perusahaan asing juga di situ,” jelas Purbaya.
Fakta ini memperkuat posisi Kemenkeu bahwa kebijakan fiskal harus tetap mengedepankan asas keadilan dan kesetaraan. Jika pemerintah melakukan pengecualian pajak terlalu luas, risikonya adalah hilangnya potensi penerimaan negara serta ketidakadilan antar pelaku usaha.
Insentif Boleh, Asal Sesuai Aturan Perundangan
Meski menolak penghapusan pajak, Purbaya menegaskan bahwa pemerintah tetap membuka ruang bagi perusahaan pelat merah untuk memperoleh fasilitas fiskal lainnya. Namun, seluruh insentif tersebut wajib berada dalam koridor peraturan perundang-undangan.
Bendahara negara itu mencontohkan, dalam kasus restrukturisasi dan konsolidasi BUMN yang ditangani Danantara, Kemenkeu bersedia mengabulkan insentif berupa pembebasan pajak dengan batas waktu tertentu.
“Dia (Rosan) bilang itu kalau disuruh bayar pajak semua, ya kemahalan. Saya pikir itu masuk akal untuk konsolidasi, kita kasih waktu berapa tahun (bebas pajak), 2 tahun–3 tahun ke depan,” tutur Purbaya.
Menurutnya, insentif semacam ini bukanlah penghapusan permanen, melainkan dukungan strategis untuk memperlancar aksi korporasi besar yang memang memerlukan efisiensi biaya pada tahap awal.
Setelah Masa Insentif Berakhir, Pajak Tetap Berjalan
Purbaya memastikan bahwa pemberian insentif dalam rangka konsolidasi tidak berarti perusahaan BUMN dapat terbebas selamanya dari kewajiban. Setelah masa relaksasi berakhir, pemerintah akan kembali menerapkan pungutan pajak sebagaimana aturan yang berlaku.
“Setelah itu, setiap corporate action kita akan charge. Kita akan kenakan pajak sesuai dengan aturan. Ini kan Danantara baru dan itu juga proyek pemerintah. Jadi, itu hal yang wajar,” sambung Purbaya.
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah berupaya memastikan proses transformasi BUMN berjalan efisien, tetapi tetap menjaga pendapatan negara dan kepastian hukum perpajakan.
Pertemuan antara Rosan Roeslani dan jajaran BPI Danantara dengan Kementerian Investasi dan Hilirisasi pada Rabu disebut sebagai bagian dari pembahasan lanjutan terkait strategi restrukturisasi serta kebutuhan pendanaan yang lebih fleksibel.
Dengan sikap tegas yang ditunjukkan Purbaya, pemerintah ingin memastikan bahwa kebijakan pajak tetap konsisten dan tidak membuka celah bagi potensi ketidakadilan fiskal. Upaya menyeimbangkan antara pemberian insentif dan menjaga penerimaan negara menjadi kunci agar transformasi BUMN dapat berjalan optimal tanpa merugikan keuangan negara.
Aldi
indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Uang Primer Melambat, Efektivitas Likuiditas Pemerintah Dipertanyakan
- Sabtu, 06 Desember 2025
Simulasi Angsuran KUR Mandiri 2025, Syarat Pengajuan dan Cara Mengajukan Lengkap
- Jumat, 05 Desember 2025
Terpopuler
1.
Mitratel Fokus Pulihkan Ribuan Titik Jaringan Sumatra
- 06 Desember 2025
2.
Wings Air Buka Tiga Rute Baru dari Bandung 2025
- 06 Desember 2025
3.
KM Sinabung Pelni Desember 2025: Rute dan Tiket Lengkap
- 06 Desember 2025
4.
Sugar Co Ambil Alih Tiga Pabrik Gula Milik ID FOOD
- 06 Desember 2025
5.
Jadwal DAMRI Jogja ke Bandara YIA, Tiket dan Rute Lengkap
- 06 Desember 2025









.jpg)


