Banjir Sumatra Ancam Pertumbuhan Ekonomi Kuartal IV 2025
- Senin, 08 Desember 2025
JAKARTA - Gangguan besar terhadap aktivitas ekonomi di Sumatra kembali menjadi perhatian nasional setelah bencana banjir dan longsor melumpuhkan berbagai wilayah sejak akhir November 2025.
Dampak bencana yang merata di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat ini diperkirakan menyeret kinerja ekonomi kuartal IV-2025, hingga membuat proyeksi pertumbuhan berpotensi turun ke bawah 5%.
Dalam kondisi normal, kuartal terakhir tahun biasanya menjadi pendorong konsumsi dan mobilitas. Namun tahun ini, gelombang bencana justru menahan pergerakan ekonomi masyarakat dan menghambat rantai pasok di sejumlah sektor kunci.
Baca JugaHarga Emas Perhiasan 8 Desember 2025: Update Lengkap Semua Kadar
Dampak Bencana Meluas dan Ganggu Aktivitas Ekonomi
BNPB melaporkan bahwa banjir dan longsor yang melanda tiga provinsi di Sumatra mulai terjadi sejak 23 November 2025, dipicu curah hujan ekstrem sepanjang 18–20 November. Intensitas hujan yang melebihi kapasitas tampungan tanah dan sungai menyebabkan banyak wilayah terputus aksesnya hingga awal Desember.
Selama lebih dari dua pekan, aktivitas ekonomi masyarakat di wilayah terdampak lumpuh total. Transportasi logistik terhambat, perdagangan berhenti, dan sebagian besar wilayah masih menunggu bantuan karena akses jalan rusak berat.
Masyarakat kini bergantung sepenuhnya pada dukungan pemerintah dan berbagai organisasi kemanusiaan. Situasi ini menimbulkan tekanan lanjutan terhadap konsumsi rumah tangga, terutama bagi masyarakat yang menggantungkan pendapatan pada sektor informal.
Kontribusi Sumatra Terpukul, Risiko Pelambatan Kian Besar
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, M. Rizal Taufikurahman, menyebutkan bahwa gangguan ekonomi akibat bencana ini bersifat sementara namun tetap membawa efek signifikan. Pasalnya, Sumatra menyumbang sekitar 22% terhadap PDB nasional.
“Dengan terganggunya aktivitas ekonomi selama 10–15 hari di wilayah terdampak, tercipta kontraksi jangka pendek melalui terputusnya rantai logistik, tertahannya output pertanian dan industri berbasis sumber daya, serta melemahnya konsumsi rumah tangga akibat hilangnya pendapatan harian, khususnya di sektor informal,” jelas Rizal.
Ia menilai pemulihan yang berlangsung lebih dari dua pekan akan memberikan tekanan tambahan pada perputaran ekonomi kuartal IV. Meski tidak mengubah arah pertumbuhan tahunan, bencana ini cukup untuk menggerus momentum pertumbuhan kuartalan dan meningkatkan volatilitas ekonomi di tingkat nasional.
Stimulus Pemerintah Dinilai Belum Cukup Menahan Pelemahan
Rizal menjelaskan bahwa stimulus fiskal seperti bantuan sosial (bansos) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) hanya mampu menjaga daya beli minimum. Efek penggandanya terbatas dalam satu kuartal sehingga tidak cukup kuat menahan tekanan ekonomi akibat bencana besar.
Ia juga menekankan bahwa program seperti magang nasional lebih tepat untuk perbaikan struktural jangka menengah, bukan untuk merespons perlambatan yang terjadi cepat di kuartal berjalan.
“Tanpa akselerasi belanja produktif dan pemulihan sektor riil di wilayah terdampak bencana, kontribusi stimulus terhadap pertumbuhan Kuartal IV akan tetap minim,” ujarnya.
Dalam skenario tanpa bencana, ekonomi kuartal IV-2025 diperkirakan mampu tumbuh sekitar 5%. Namun dengan adanya disrupsi, pertumbuhan diprediksi terpangkas sekitar 0,27% dan berpotensi hanya mencapai 4,73%.
“Sehingga realisasi pertumbuhan berpotensi berada di bawah level tersebut,” tambah Rizal.
Ia menegaskan bahwa meskipun stimulus dapat menahan perlambatan agar tidak lebih dalam, dampaknya tidak cukup untuk mengembalikan output yang hilang.
Risiko Berlanjut ke Awal Tahun dan Masalah Lingkungan yang Mendasar
Menurut Rizal, pertumbuhan kuartal IV tetap akan berada di zona positif, tetapi kualitas pertumbuhannya lebih rapuh. Ia memperingatkan bahwa tekanan pada rantai pasok dan pasokan barang dapat terbawa hingga awal tahun berikutnya.
“Pertumbuhan Kuartal IV tetap positif, tetapi kualitasnya lebih rapuh dan berisiko menimbulkan tekanan pasokan di awal tahun berikutnya,” katanya.
Selain faktor cuaca ekstrem, kerusakan lingkungan turut memperparah skala bencana. Greenpeace Indonesia mencatat bahwa hutan alam di Sumatra kini hanya tersisa sekitar 11,6 juta hektare atau 24,4% dari total luas pulau. Alih fungsi hutan dalam beberapa dekade terakhir meningkatkan kerentanan terhadap bencana hidrometeorologi seperti banjir bandang dan longsor.
Kondisi tersebut menunjukkan pentingnya kebijakan pemulihan lingkungan yang menyeluruh dan penguatan mitigasi bencana agar gangguan ekonomi tidak berulang dengan intensitas yang sama di masa mendatang.
Aldi
indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
DMMX Genjot Bisnis IP Lewat Kolaborasi Strategis Bumilangit
- 08 Desember 2025
2.
Jadwal Terbaru KM Lambelu Desember 2025 untuk Penumpang Pelni
- 08 Desember 2025
3.
Jadwal Terbaru KM Sinabung Desember–Januari, Dua Kali Lewati Ambon
- 08 Desember 2025
4.
Jadwal DAMRI Jogja–Semarang Terbaru dengan Rute Wisata Ikonik
- 08 Desember 2025
5.
Jadwal KA BIAS Terbaru Bandara–Solo–Madiun untuk Perjalanan Nyaman
- 08 Desember 2025













